23

Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Tasya~

Derai-derai lagu dinyanyikan oleh kawan-kawan di seberang pulau ini. Tambah satu tahun lagi umur, yang artinya Tuhan berikan kesempatan lagi. Saya berulangtahun hari ini, berbeda sekali rasanya. Dekat dari rumah, namun jauh dari teman-teman seperjuangan. Meskipun ada keluarga, sepi sekali rasanya. Saya sadar, ada masa di mana orang-orang rumah jauh dari saya yang berulangtahun sementara saya merdeka merayakan bersama teman-teman jauh di sana, dan kini saya merayakan bersama keluarga dengan cara sederhana namun saya jauh dari teman-teman. Tapi, apalah artinya perayaan toh yang penting saya masih bernafas di pagi tadi.

Betapa saya berharap hari ini, iya berharap.

Tengah malam, karena Ibu saya sudah tertidur maka hanya Bapak dan adik saya yang masuk mengucapkan selamat ulangtahun. Tak ada kejutan apa-apa, hanya bersalaman sambil berpelukan lalu mereka kembali ke luar kamar untuk segera tidur. Saya sedikit lelah namun akhirnya terjaga sampai setengah jam ke depan. Saya merenung, membayangkan hari ulangtahun yang telah lewat di mana teman-teman masih saja terlalu kreatif memberikan kejutan-kejutan kecil yang buat saya tidak akan pernah bisa saya balas sama kebaikan yang mereka berikan.

Tapi, saya sendiri sekarang. Mereka tidak ada,

Lelah saya menerka kemudian tertidur juga, sudahlah saya sudah terlalu tua untuk kejutan-kejutan seperti itu, pikir saya.

Lalu hari ini berjalan seperti biasa saja, minggu baik satu ini saya lewati dengan perasaan biasa-biasa saja. Pesan-pesan dari teman-teman yang jauh mulai berdatangan, saya mulai senyum-senyum sendiri membayangkan mereka berisik mengucapkan kata-kata itu di hadapan saya tapi kali ini sebatas tulisan saja.

Dari semuanya, beberapa memahami kondisi sulit saya. Betapa saya menjadi manusia yang terlalu merasa kemudian mengeluh, masih saja saya kurang bersyukur atas apa yang saya dapat. Menghadapi sebuah kesulitan merusak semua anugerah, saya terlalu perasa.

Lalu ada lagi satu teman yang pesannya seperti BOM WAKTU, betapa Ia mengingatkan saya untuk tidak lupa pada mimpi-mimpi yang mungkin saya sentuh saja tidak. Pekerjaan saat ini bersebrangan dengan ambisi itu, bertatapan pun tidak. Saya di dunia yang berbeda sekarang, di dunia yang saya kurang bisa pahami ritmenya. Ibarat mau bernyanyi saya tahu lirik, tetapi buta nada. Teman saya itu mengingatkan untuk tetap bersabar bahwa nanti akan ada saatnya saya menginjak dunia itu lagi, meski bukan sekarang, meski belum tentu besok atau sebulan lagi, tapi pasti ada.

Ia menumbuhkan harapan itu lagi, bagaimana bisa orang lain lebih percaya diri saya bisa ketimbang diri saya sendiri. Saya seperti manusia yang trauma, bahkan untuk sekedar mengingat bahwa saya pernah punya keinginan untuk mencapainya.

Selama ini saya menilai bahwa diri saya hanya seorang PEMIMPI bukan seorang yang MEREALISASIKAN MIMPI. Saya kalah dengan keadaan, saya kalah dengan suasana, saya kalah oleh waktu, saya kalah di ruang yang bisa saya kontrol sendiri. Kau pasti tahu apa rasanya, mau tertawa lucu rasanya betapa hari-hari terlewat tanpa pencapaian, konyol tapi pedih juga.

Lalu saya sudah terlalu tua rasanya untuk mengambil tindakan-tindakan bodoh seperti remaja dulu, melawan apa yang menurut saya kurang benar. Saya sekarang di sebuah sistem, mau tidak mau, suka tidak suka saya harus mengalir ikut arus. Dunia kerja membingungkan, kawan, Entah ini hanya racauanku saja atau kalian sudah lebih dulu mungkin melalui hal yang sama.

Terkadang mengosongkan gelas untuk menampung hal baru, namun rasanya seperti retak lalu mau pecah sangkin banyaknya hal yang kurang bisa dipahami atau diterima. Sekali lagi, saya di lingkaran sistem sekarang bukan alih-alih negara demokrasi bisa sebebas mungkin menyatakan pendapat berharap dapat direalisasikan. Kadang hanya lampu jalan yang menderang bisa menjadi hiburan untuk sebuah maksud yang tak pernah diterima.

Hahhhh...

Harapan di umur 23 tahun,sampai bingung saya mana yang utama, mungkin diri saya di dalam tertawa kecil karena betapa bodohnya saya untuk tidak peka dan memahami apa yang saya inginkan. Hanya saya, tak ada yang lain. Maka, saya sampaikanlah ini:

Halo Tasya Kecil,

Sudah di angka 23, mari akui kita belum menjadi apa-apa. Lalu marilah kita tertawa bersama, bahwa masih banyak anak tangga yang belum tercapai. Banyak checkpoint yang belum kita lewati.

Ini tanggungjawab kita berdua, bukan?

Maafkan apabila saya masih saja egois tak mendengarkan apa kata-kata kecilmu, saya terlalu menjadi keras kepala untuk tidak memberi ruang bagimu.
Tadi pagi kita masih sama-sama bernafas menyambut pagi, hingga dijemput malam hari ini. Tuhan yang selalu kalah dengan riuhnya penat kita, umpatan-umpatan yang harusnya tak termaafkan.. tapi Tuhan masih memberikan kesempatan yang sama untuk kita berdua menjadi seperti yang Ia inginkan. Betapa Ia meletakkan kepercayaannya yang besar atas kita berdua..
Tasya kecil, mari sama-sama jaga, mari jadi karang yang melawan segala ketidakpastian, peluh yang bisa kita singkirkan dengan semangat-semangat baru kita ini. Harapan kecil kita ini, kelak akan menjadi lebih hebat dari yang bisa kita bayangkan.

Aku menyayangimu, sangat amat.



Bandarlampung,
11.12.2016

Si Penggerutu

Dilihatnya sinar jingga di gelanggang sana, cahaya yang terang membuatnya kagum seakan cuma sinar itu lah yang bisa membangunkannya dari lamunan yang melulu.
Tak ada yang lebih bahagia selain dirinya saat itu
Hatinya paling bersyukur tatkala tak banyak yang bisa sejauh itu
Dihapusnya peluh di kening, digenggamnya senja itu diam-diam

Hari-hari berlalu, terkejutlah Ia
Mereduplah senja yang digenggamnya, jalannya mulai terseok
Lelah Ia mencari cara, entah bagaimana caranya untuk selamat
Mengumpatlah Ia, darahnya mengumpul di otak
Meracaulah Ia sejadi-jadinya dan tak ada yang peduli akan suaranya
Toh gelap memang, tak ada siapapun.

Jatuhlah Ia dan tak ada yang bisa menolongnya
Merana Ia di sana, tergeletak tak berdaya
Membayangkan hari-harinya sebelum menggenggam senja itu
Menangis Ia di dalam kegelapan, tak sanggup sendiri kala kenangan memburu di kepalanya

Pernah Ia merasa menjadi manusia paling bebas kala itu
Menjadi pendengar yang baik, menyayangi sesama, peduli pada dunia dengan tanpa modal apa-apa
tapi waktu tak berkawan, berlalu layu begitu saja
Semuanya memang kenangan, belum tentu bisa diulang

***

Sinar kuning merkuri, pendar celaka akhir hari
Malam-malamku jatuh
Senja mengambang, lirih dan terabaikan.
Mesin dan umpatan
Jalanan lengang namun sesak
Aku pulang dengan segala sakit di punggung dan kepalaku, setiap hari.
Tolong.



Metro,
22.11.2016






Hujan di Awal Bulan November

Entah dunia sebelah mana,
yang tega bersekutu melihatku sendu melagu
di hujan sore awal bulan, di tempat entah di mana
Rintiknya meneduhkan ku berharap berlabuh di kelambu jiwamu
Lelahku melesat bagai peluru, memburu bagai candu
Butuh tempat, di mana saja asal jangan berdua tapi bukan bersamamu

Lalu ku cari kamu.
Di setiap celah hidupku, di ruang dan waktu yang disengaja
Di saat aku membutuhkanmu lebih dari kamu membutuhkanku
Di setiap rintik hujan bulan ini
Aku mau kamu.

Bayangmu kurasa cukup, namun tak pernah sampai
Ambang asa menegurku dengan lembut
Bahwa semua yang ku rindu menjadi abu
waktu yang ku tahu hanya hitungan-hitungan semu berlalu

Aku tak menemukanmu.

Hujan mulai tak berkawan, rintiknya menyia-nyiakan
Padahal kita sama-sama suka apabila berdua, karena sendiri aku benci
Aku tersisih oleh hujan yang menderu
Lebih bising dari yang kukira

Ahh... Tuan kelana, di mana kamu?




Bandar Lampung,
4.11.2016

Derai-Derai Perjalanan

Berpindah lagi.
Bukan di rumah, bukan juga di tanah penuh rindu.

Saya di sini, di Metro.
Sebuah kotamadya kecil yang tidak terbayang sebelumnya. Betapa tidak? Walaupun saya besar di Bandar Lampung, tapi saya jarang sekali kesini. Jarak tempuh dari rumah ke Metro kurang lebih 50 km, yaa sekitar 1-1,5 jam.
Tidak ada siapapun di sini, tidak ada yang saya kenal, pun sekedar pernah bertemu.

Sendiri, saya harus pelajari semuanya sendiri.
Ada rasa takut dan kawatir yang mulai tak masuk akal, tapi saya mencoba tenang.
Betapa saya ingat untuk apa saya melakukannya.
Mungkin, ada 100 alasan yang membuat saya menjadi pesimis atas apa yang saya dapat sekarang.
Celakanya, ada 1001 alasan untuk saya tidak jatuh hanya karena rasa takut.

Memang ini cuma soal belum biasa.
Saya baru di dunia kerja, saya banyak asumsi, rencana apalagi.
Kepala saya tidak bisa diam, padahal mulai saja belum.
Kadang, saya muak sendiri menghadapi diri saya yang terlalu insecure seperti itu.

Yaaa...
siapa yang tahu masa depan, kita kan pelakon.
Tuhan memang baik sekali meletakkan saya di tempat ini, padahal banyak teman-teman lain yang butuh effort lebih untuk mencapai tempat kerjanya. Saya hanya sejauh satu jam saja dari rumah.
Saya percaya, lewat tempat ini pun jati diri saya bisa ditemukan.
Karena doa saya yang keras dan sering menembus langit untuk menjadi daftar yang telah Tuhan kabulkan.

Semoga apa yang saya tinggal saat ini, bisa tetap setia melihat saya mengepakkan sayap untuk bisa terbang meraih apa yang tertunda. Saya akan kesana. Pasti.

Teruntuk kamu yang jalannya mungkin sedang berbelok sedikit, dan sedang berjuang untuk meraih daftar prioritas mimpi-mimpimu.. Tenang :)
Tuhan tahu meletakkan mimpimu di mana dan kapan.
Semua ada waktunya, semua ada bagiannya.
Tidak hanya satu, lebih dari itu.
Nikmati perjalanan ini, sampai nanti kamu bisa berbangga atas anak-anak tangga yang kamu lalui.


Hasil gambar untuk hakuna matata symbol 

HAKUNA MATATA!!!



Metro,
30.10.2016

Balada Harian

Halo.
Kini, mencari waktu untuk menulis tak lagi sama dengan bulan-bulan yang lewat. Seperti susah sekali mencari celah untuk menuangkan pertanyaan yang ada di kepala, untuk akhirnya menemukan jawaban dengan sendirinya. Mengumpulkan niat, meluangkan waktu atau sekedar membuat draftnya terlebih dulu. Dahulu, begitu berhadapan dengan laptop rasanya banyak yang ingin diceritakan. Tapi sekarang tidak lagi. Jangan salah sangka, saya tidak sedang menghadapi kemunduran. Kau tak lagi bisa mengikuti jalan cerita di tiap halaman ini. Padahal kalau kau baca sebelumnya, saya berencana untuk terus menulis lagi. Bukan hanya soal kemalasan, tapi ternyata tak segampang itu, saya sedang di fase mengenal dunia kerja yang ternyata tak seperti yang saya kira. Betapa persaingan tidak menunggu apa-apa, waktu tidak serta merta menuntun saya ke keberuntungan. Saya dituntut berproses di dalamnya. Hahh.. Ya, kerja kawan. Kerja. Tiga minggu menjalani pelatihan di Ibu Kota dan bertemu berbagai manusia dari seluruh penjuru Indonesia, membuat saya paham bahwa saya memang kecil dan dunia di luar sana besar. Sangat besar. Saya masih perlu sekali banyak belajar, dunia kerja memang mulai dari nol kawan. Mungkin tiap anak tangga beda tantangannya. Mungkin.


Lusa saya harus sudah meninggalkan Pulau Jawa, pulang ke tanah di mana saya dibesarkan. Berkarir di sana, merindu di sana.



Jakarta,
27.10.2016

Kenangan Tentang Wanita Tua


Betapa kita sangat menghargai seseorang apabila seseorang itu sudah tidak ada.

Kehilangan menjadi kesunyian yang patut diberi harga.
Karena sudah hilang, tak bisa diulang.

Saya tak pernah cerita perihal kosan saya dulu di sini. Saya penghuni kosan kecil di Jatinangor, Sumedang, namanya Pondok Graha Mukti. Jangan kira ini kosan mewah, hanya rumah tua di dalam gang yang disulap menjadi kosan dengan kurang lebih 30 kamar. Saya di lantai dua, atapnya rendah seolah saya tak perlu bermimpi tinggi-tinggi karena takut mantul lagi.

Pemilik kosan saya wanita tua, bahkan saya tidah tahu persis namanya, yang saya tahu kami semua memanggilnya Ibu Princess. Kurang tahu juga kenapa dipanggil begitu, saya tidak pernah juga cari tahu. Terkadang Ibu Rika (anaknya) dan keluarga datang mengurusnya yang sering sakit-sakitan. Tahun-tahun berlalu fisiknya makin rapuh, umurnya sudah menginjak 80an.

Subuh tadi, Beliau dipanggil Tuhan. Ya, selesailah rasa sakit yang dideritanya selama ini. Ia sedang menuju surga malam ini. Tidak perlu pakai sarung tangan lagi, plastik di kaki lagi, atau masak mie instan lagi.

Lalu memori menari-menari di kepala saya,
Beliau memang tidak sering berkomunikasi dengan anak-anak di kosan, mungkin karena baik Ibu Princess atau anak-anak bingung pembicaraan seperti apa yang pantas untuk menemani hari-hari seorang wanita tua. Tapi saya suka menanyakan kabarnya, entah itu dianggapnya basa-basi atau bukan. Ia suka memperhatikan kalau saya diantar sama laki-laki kalau pulang ke kosan. Betapa Ia ingin tahu siapa sebenarnya pacar saya, padahal tidak ada.

Kemudian saya ingat lagi betapa saya licik tiap mau laundry pakai mesin cucinya, uang yang saya masukkan ke celengan kejujuran tak sebanding dengan pakaian kotor yang saya cuci. Dia memberikan tatapan sinis lalu saya berlalu saja tanpa peduli dengannya, sumpah saya suka keletihan saja waktu itu.


Pernah juga saya sedang senang hari itu, begitu pulang saya melihat dia termangu di teras depan. Menatap saya tanpa menyapa, senyum, atau basa-basi sore yang biasa kami lakukan. Dia hanya menatap saya sayu, tersadarlah saya mungkin memang begitulah kalau sudah tua. Kadang lupa, kadang tidak tahu harus merespon orang seperti apa. Pernah Ia menangis karena melihat saya yang kesedihan menghadapi orang tua yang sakit-sakitan, seakan dia lebih kuat daripada saya waktu itu.

Beliau menunjukkan kualitas hidup orangtua, yang tetap tidak meninggalkan tanggungjawab meski sudah lanjut usia. Badan rapuhnya itu masih saja naik tangga hanya untuk menjemur, bahkan Ia memakai plastik untuk melindungi kakinya karena sandal karet sudah tidak bersahabat lagi dengan kulitnya. Luka-luka.

Sekarang,
Beliau tak perlu bingung lagi menghadapi dunia. Ia sudah di tempat yang lebih baik.
Selamat jalan Ibu Kosan kami, Ibu kami, nenek kami. Terimakasih Ibu Princess, memang saya suka seenaknya saja sebagai anak di sana. Maafkan atas kejadian yang lalu-lalu, kalaupun saya pernah kesal tidak pernah ada saya ingat-ingat lagi. Saya sayang Ibu, nenek kami semua. Terimakasih telah peduli pada status saya, kalau sudah berkeluarga nanti saya akan kenalkan ke rumah.

Kiranya Tuhan memberikan tempat terindah untuk Ibu di surga, dan keluarga yang ditinggal diberikan kekuatan. Sampai bertemu lagi di nisan kekal abadi, Bu. Saya pasti datang menjenguk Ibu membawa bunga untuk Ibu yang memang indah hatinya.



L i f e
 is pleasant
D e a t h 
is peaceful.

Kemiling,
6.10.2016

Tinggal di Saturnus

Aku ingin tinggal di Saturnus
dimana hanya ada aku dan dirimu
Jangan lupa anjing-anjing kita yang lucu
mereka bermain tanpa tahu ini bukan rumah yang semestinya

Tak perlu lagi kawatir soal nilai-nilai di Bumi
Juga orang-orang yang takut kehilanganmu
Pun orang-orang yang takut aku buta jalan apabila bersamamu
Lagipula, bukankah kita lebih peduli hasrat kita dibanding kicauan mereka?

Tak ada lagi paham-paham bodoh soal keyakinan
Argumen yang membuat hasrat menjadi semu
atau realita hidup yang membuat kita ragu akan hari esok
Tidak, di sana tak berlaku
Kita memulai semuanya bagaikan manusia pertama

Aku ingin tinggal di Saturnus
dimana kita bisa menjawab rindu-rindu tanpa siksa
duduk di balkon lantai dua setiap sore
ditemani secangkir kopi dan pisang goreng
sambil menunggu senja yang lebih jingga dari biasanya

Setiap fajar tiba kita akan saling membangunkan
Melempar senyum walaupun gigi masih bermentega
Aku akan memasak sarapanmu setiap pagi menjelang
Kau akan memeriksa tanaman-tanaman cantik kita di halaman

Kita tak akan peduli masalah-masalah yang ada di Bumi
Terbentuklah planet hunian baru seperti yang kita inginkan
Aku tak akan pernah lagi ketakutan atas kehilangan yang belum terjadi
Aku milikmu, Kau milikku.

Tapi. Kau harus tahu bahwa tinggal di Saturnus akan melelahkan
Mencoba membangun atau melupakan apa yang telah hilang
Kau adalah pria baik yang tidak perlu melelahkan dirimu
Hanya untuk mencintai perempuan aneh sepertiku
Jika tak ingin, kau bisa memilih perempuan baik di luar sana

Namun, Aku mencintaimu, bersamaku di Saturnus..
Kita akan memulai dan menjalani segalanya dengan kesederhanaan
Tidak akan menekan siapapun
Pun membuat yang lain menangis di atas kebahagiaan yang kita ciptakan
Tidak perlu berjanji untuk sehidup semati sampai ada yang pergi
Kepergian tidak akan membunuh diri kita sendiri
Berjanji saja pada Tuhan bahwa kita akan saling menyayangi
sampai batas kemampuan memiliki

Lalu buah-buah cinta kita akan tumbuh
Kita akan menamai anak-anak kita dengan kata-kata yang kita suka
Mendidik mereka bahwa memiliki segalanya bukanlah tujuan hidup
Hukum selamat manusia adalah untuk hidup dan bahagia
Banyak yang menggali dalam-dalam materi untuk yang pertama
Berharap yang kedua akan segera menyusul
Padahal, belum tentu. Belum tentu.

Aku dan segala keputusaanku hari ini,
meninggalkan rumah tanpa karena pun aku belum mampu
Apalagi membawamu ke Saturnus.
Namun, aku belum di sana, masih kah engkau ingin ikut?

"Kau tak akan mengerti segala lukaku, karna cinta telah sembunyikan pisaunya"- WS Rendra

Kemiling,
3.10.2016

Tell Me How to Carry On


Kasih, aku tahu
Mencintai membabi buta itu menyesatkan.
Pun mencintai tanpa lebih dulu mencintai diri sendiri
Tidak pernah berakhir indah

Aku mengkawatirkanmu yang tanpaku
Kepercayaan yang kau berikan tak berlaku di saat malangmu
Asumsiku menjadi liar tak terkendali
Aku takut

Aku meratapi kemalangan ini
Betapa jarak membuatku terus berpikir
Jenis hidup apa lagi yang akan mempertemukan kita
Doaku setiap hari hanya satu.
Kiranya di mata Tuhan, kau adalah orang yang kubutuhkan dalam hidupku.
Bukan sekadar yang kuinginkan.

Kalau memang kebahagiaan datang sepaket dengan luka
Biarlah tak jadi masalah
Asal kedukaan ini membawaku kembali lagi kepadamu
Kau pasti tahu rasanya berharap, bukan?


Bandarlampung,
30.9.2016

Pulang


Aku pulang ke rumah
Dimana Ibu tak lagi lihai memasak
Ayah tak lagi sanggup perbaiki loteng
Adik tak lagi suka mewarnai
Dan aku tak lagi suka main layang-layang

Aku pulang ke rumah
Yang tiap sudutnya melukiskan harapan
Meski suka sekali timbul tenggelam, seperti bercanda

Aku pulang.
Dimana kutepiskan rindu-rindu yang layu
Kulabuhkan pada palung tersemu
Mungkin nanti saling mencari, menunggu,
atau tak sengaja bertemu di satu titik lagi



Kemiling,
23.9.2016

#30haribersyukur






Berawal dari rutinitas malam menulis The Gratitude Journal yang akhir-akhir ini membosankan, akhirnya punya ide iseng untuk cari media lain. Yak! Instagram. Akhirnya, mulai ngajak korban berikutnya untuk berkomitmen menjalankan keisengan ini. Saya dan Firdha Azalia suka sekali diskusi perihal kurang bersyukurnya kita, jadi dewasa kok gini amat, hidup kok kaya gini-gini aja, mengeluh ini itu, sampai kita sering mengabaikan hal-hal kecil yang sebenarnya bisa membuat kita menghargai hari-hari yang kita lewati. Akhirnya, perjalanan ke Nu Arte menghasilkan kesepakatan untuk menjalankan keisengan ini. Nah, mungkin teman-teman lain bisa juga ikutan "menempa diri" dengan cara ini. 

....
Caranya:
Selama 30 hari ke depan mulai hari ini,
Cukup post foto tentang apapun di Instagram yang bikin kamu bersyukur atas satu hal setiap harinya, bisa tentang makanan enak, film epic, orang yang menginspirasi, buku yang lagi dibaca, kegiatan yang bikin happy, belajar sudut pandang baru, musik yang lagi suka didengerin dll. Anything!!!
Upload fotonya lalu buat caption menarik kenapa kamu bersyukur atas foto itu, tag Saya @anastasyalb dan @fiiiiiiir lalu jangan lupa kasih hashtag #30haribersyukur
Let's start to being a grateful person, fellas!

Ruang Petak Tak Berisi

*
Halo, Bung?
Apa kabar surga? Terbuktikah lebih indah dari segala yang pernah Kau impikan?
Kau masuk surga kan, jangan bilang tidak!
...
Jangan pertanyakan soal keberanian, Bung
Yang dulu Kau takutkan, justru semakin mengerikan
Negri ini masih begini-begini saja
Makin banyak ahli agama, ahli hukum, ahli dosa, dan ahli-ahli lain yang membuatmu muak melihatnya.
Mereka teriak perihal kebenaran namun hanya untuk golongannya saja
Yang kecil makin kecil
Yang kaya makin kaya
Yang tertindas makin tertindas
Yang seenaknya makin tak tahu diri
...
Sore ini, Bung..
Keriuhan ini terasa sunyi, sepi sekali rasanya
Bagaimana bisa aku menyerah pada kemunafikan?
Tahun-tahun masih menungguku, demi meraih mimpi yang tak akan pernah bisa kubeli.
...
Apa rasanya, Bung?
Melakukan banyak hal demi orang lain, tapi sebelum mati kau cemas tak dianggap atas apa yang kau lakukan.
Kau melakukannya untuk siapa?
Dirimu saja, atau mereka?
...
Bercerita sore di makam terasa lebih riuh dibanding berteriak di tengah keramaian
Sunyi ini, sendiri ini, di ruang petak ini
Kiranya impianmu pun tak akan habis dimakan zaman
Surga masih akan selalu mengizinkanmu berandai-andai.
...
Selamat berangan-angan, Bung!

***




Museum Taman Prasasti, Jakarta
17.9.2016

Sajak-sajak Patahku

Banyak manusia yang jatuh cinta saat mereka bersenang-senang. Aku tidak. Aku jatuh cinta pada saat kedukaan lebih bersahabat dibandingkan kesukaan. Bukan, bukan berarti ini buruk. Kamu adalah hal terbaik yang pernah terjadi padaku.

Banyak manusia yang jatuh cinta saat langit cerah dan sinar hangatnya memendar. Aku tidak. Bukan berarti ini buruk. Kamu adalah senja pembawa jingga terbaik yang pernah menghampiriku.

Banyak manusia yang suka sekali menyuarakan nestapa mereka. Aku tidak. Aku pandai menyimpannya dengan rapat di dalam sajak-sajak lirihku. Betapa lelah mereka terpenjara dalam hatiku yang sepi.  Hanya kamu, saksi yang mengubah kesunyian itu pecah menjadi kata-kata yang merdeka.

"Aku benci diriku, gak ada gunanya. Nangis mulu mikirin ini-itu, bodoh banget."

"Aku gak suka lihat laki-laki tamak, lebih mikirin kuantitas daripada kualitas. Kesetiaan jadi sesuatu yang disimpan, bukan dijaga."

"Aku tidak sabar mau hidup sendiri, memulai apa-apa semuanya sesuai dengan kehendakku. Aku mau bebas."

"Aku iri pada senja, dia bisa saja datang dan pergi tanpa tergantung pada siapapun. Apa yang dilakukannya menyenangkan setiap hati yang melihat jingganya. Jika tidak muncul pun karna langit mendung, dia tak pernah marah."

Padamu aku bisa mengatakan semuanya tanpa perlu takut kamu menghilang. Padamu aku bisa menceritakan hal terkecil dan terbodoh dalam hidupku tanpa perlu takut menerima tatapan aneh atau prasangka buruk. Hanya kamu yang bisa mendengarkannya dengan perasaan kagum, lalu tertawa dan berucap: "Kok bisa lah aku ketemu sama manusia kayak kamu di dunia ini. Dari sekian banyak, dari segala kemungkinan yang ada, aku ketemunya sama kamu". Lalu senyum sialan itu berhasil membuatku menjadi orang paling bahagia di muka bumi ini.

Aku tidak pernah merasa malu bila harus menangis seperti anak kecil di hadapanmu. Tidak banyak kata yang kamu ucapkan saat aku menangis, kamu hanya diam menatap iba aku yang sedang dirundung kedukaan. Usapan tanganmu dan dekap tubuhmu selalu datang dengan begitu ringan. Kamu pun tidak pernah bertanya bila aku tidak sedang ingin bercerita. Kamu tahu saat waktunya tiba, aku akan bercerita dengan sendirinya.

"Ya ini hidup. Kelelahanmu itu dapat membuatmu jadi lebih baik lagi. Semangat, kamu masih punya banyak kesempatan dalam hidupmu untuk memikirkan hal yang lebih baik lagi." ujarmu sore itu, saat aku bilang bahwa ayahku mengingkari janjinya sendiri. Bila tanpamu, hari itu duniaku nyaris hilang.

Bagiku yang tidak pernah pandai menghadapi kesedihan, kehadiranmu selalu mampu menyelamatkan.

Berjalan bersamamu selalu membuatku merasa bahwa hidupku baik-baik saja. Melihat bagaimana kamu menertawakan kemalanganmu selalu membuatku merasa bahwa hidupku tidaklah terlalu buruk untuk dijalani. Seperti waktu itu, saat hari besar datang kamu justru bukan pulang ke rumah tapi mengiyakan tawaranku untuk merayakannya bersama perempuan yang kurang tahu harus mempersiapkan apa untuk memeriahkan hari itu. Bangun saja aku telat.

Akhirnya, hanya opor ayam asin yang santannya tak disaring dengan benar, serta beberapa sumbangan dari orang lain membuat kita bisa merayakan hari itu. Dan yang terpenting adalah, aku ada bersamamu.

"Enak ini!! Boleh, boleh" sambil tertawa kita memakannya, tahukah kamu? Sedih sekali hari itu melihatmu dengan lahap memakan masakan absurd itu. Aku hanya membayangkan apabila tidak ada aku yang menemukanmu pada malam itu, entah siapakah yang mampu menemanimu di saat seperti ini. Aku bersyukur bisa menjadi orang terpilih yang mengisi kesunyian dan kemalanganmu.

Aku yang saat itu merasa seakan tak memiliki apa-apa, lalu melihatmu tersenyum berterimakasih, tiba-tiba segalanya menjadi cukup.

Serasa hanya ada kita saja saat itu di dunia fana ini, sepasang manusia yang bersyukur karena masih bisa menikmati hari itu sebagaimana layaknya, banyak mungkin pasangan lain. Tapi aku tak peduli.

Tuan,
Aku lah lautan memeluk pantaimu erat,
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika senja tiba,



Bekasi,
15.9.2016

Malam-malam di Jakarta

Sudut kota selalu punya cerita bahkan untuk kota yang tadinya kuhindari. Aku tak pernah membayangkan akan mendaratkan pikiranku di sini, di kota ini. Jakarta. Tak ada cerita apa-apa di sini, barangkali cuma kisah masa kanak-kanak yang pernah berlibur jauh menyebrang dari Sumatra. Saat itu keluargaku sedang ada saja tabungan untuk berlibur ke luar kota, tidak seperti 4 tahun terakhir ini. Kami tak lagi butuh liburan ke luar kota, keharmonisan cukuplah diciptakan hanya di rumah saja.

Lalu, sampailah di sini. Kaki melangkah pertama kali dengan berbekal keraguan dan kebimbangan, tak ada rasa bahagia sama sekali. Mungkin ada sedikit, hanya sempat merasa tertantang saja menyusuri Ibukota hanya sendirian. Banyak isu kriminal di jalanan atau kecelakaan sempat berhasil membuatku takut untuk hidup di kota ini, tapi lagi-lagi aku tak punya pilihan. Aku mengikuti egoku untuk tinggal di sini daripada pulang ke rumah.

Ahh setelah berlama-lama, kesusahan itu pelan-pelan berlalu. Semesta masih memiliki keibaan.

Dan kemudian setiap hari, aku selalu menikmati malam-malamku dengan mengangankan segala hal yang bisa saja mungkin kulakukan bersamamu meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan menjadi kenyataan. Aku bisa mendapatkanmu masih dalam dimensi ruang dan waktu yang sama. Aku percaya semesta ini selalu memberikan pertanda. Tentang kita, Ia membisikkan “belum saatnya”. Tuhan dalam kepalaku yang kupercaya seakan memaklumkan, bahwasannya ada insan yang belum menyiapkan hatinya untuk berdamai dengan akhir cerita.

Waktu bergulir tanpa rehat, kesempatan rasanya sayang untuk dilewatkan. Menemukanmu serasa menjadi ketidakmungkinan yang dihindari, namun akhirnya ingin kuamini. Bersamamu aku tak takut untuk melekat, dulu kuhindari rasa karena takut kecewa. Namun, tawa, tangis dan kebanggaan bersamamu memang menuntut harga.

Bagaimana tidak?

Aku pernah bertemu dengan si lugu yang mencintaiku dengan segala ketidaktahuannya, membuatnya enggan belajar sehingga semua tampak sia-sia untuk dijalani.

Pernah juga aku menjadi yang terlambat menerka rasa, hingga akhirnya aku lah yang menyesal telah menyiakan yang pernah baik dan tidak menghasilkan apa-apa. Dua tahun lamanya untuk siap menghadapi dunia yang baru dengan tanpa merasa disayangi seutuhnya.

Lalu ada yang mencintaiku dengan arogan, menjadi baik untuknya justru membawaku kepada kesialan. Ia merasa menguasai diriku dengan sikapnya yang Ia bilang bentuk cinta tapi buatku hanya omong kosong, manusia gila itu tidak bisa membedakan cinta dan nafsu. Cinta yang sakral menjadi murahan tanpa membawa kebaikan.

Lama trauma memulai mencari dan mengalami rasa, hidupku mulai begitu-begitu saja. Sampai akhirnya kutemukan Ia yang sejalan, sealiran, ada kesamaan, dan kalau ada rasa sayang yang bisa lebih untuk diartikan... itulah dia. Aku pernah ingin benar padanya. Sampai susah aku mengartikannya, aku menemukan masa di mana aku tahu apa artinya menyayangi bahwa cinta sesungguhnya adalah penerimaan. Sampai akhirnya aku ditinggal begitu saja, alih-alih karena berbeda sedikit saja. Ia tertawa melecehkan ketika dengan air mata kusampaikan keikhlasanku, kulepas Ia tanpa perlu didera. Dua tahun lebih kuhabiskan hanya untuk menjadi tidak bersyukur atas apa yang aku alami. Nelangsa sekali rasanya tidak diperjuangkan dan diabaikan, banyak manusia yang salah kaprah atas musibah itu. Aku dianggap egois memiliki keinginan sepihak saja tanpa memaklumi kondisinya, bahkan untuk memulihkan rasa sakit pun Ia enggan membaur. Aku memusuhi diriku saat itu, membenci sikapku yang terpuruk pada keadaan. Tiga tahun habis, aku menjadi orang yang acuh pada rasa dan sosok yang baru.

Masa sulitku datang bertubi-tubi, ada dia yang datang di masa gelap itu. Tidak banyak cahaya yang dibawanya, berusaha masuk menyelinap ke duniaku yang terang repot.
Dia yang percaya aku sepenuhnya, seutuhnya.
Yang tak banyak bicara ketika aku menangis, satu usapan di tangan sudah berbicara
Yang tahu segala hal yang kusembunyikan dari siapapun di dunia ini, Ia lihai menebaknya
Yang matanya awas menatap ke depan ketika aku menoleh ke belakang
Yang tetap tenang ketika kutinggalkan meski keadaannya membutuhkan manusia lain
Yang melontarkan pekikan membangun ketika aku terjatuh karna kegagalan
Ia membuatku berkeinginan untuk selalu menghabiskan waktu bersamanya. Selamanya kalau boleh.
Meski berbeda, jauh.

Cinta harusnya tak membelenggu, kan? Aku tidak mau menjadi orang lain dari diriku sendiri. Aku mendambakan kebebasan yang bisa kutapaki, sayap yang bisa kurentangkan tanpa batas, kaki yang bisa kulangkahkan ke manapun, menyusuri sudut-sudut tersempit dunia ini bersama seseorang yang mengakhiri penantianku. Seseorang yang mau menjadi alasan dan menerimaku pulang apabila terseok karena kelelahan.

Jangan berakhir, Kasih. Belum saatnya kita kelelahan. Kau adalah pilihan hati meski berbeda membuat kebersamaan kita tampak tak berlogika. Biarlah waktu bergulir mengalir, mari kita terus menatap, berharap, mengucap doa, dan mendekap sampai saatnya ruang memisahkan. Ketika itu, mungkin kita bisa sedikit rela.
....
Aku kehabisan kata-kata puitis, kasih. Hari ini, jika aku melakukan, mengejar, mengupayakan ini itu, itu demi kualitas diri yang lebih tinggi. Mungkin, nanti Tuhan mau memantaskan.


Malam-malam di Jakarta
Mengiringi malam-malamku juga malammu
Meretas waktu menghasilkan rindu



Jakarta,
13.09.2016

Kacau, namun Cinta

Pernahkah kau merasa bingung mengartikan rasa? Entah cinta atau sesungguhnya hanya hatimu yang takut kecewa atau membuat kecewa. Bingung karena seseorang telah melakukan begitu banyak hal yang menurutmu itu pengorbanan, sedangkan mungkin saja itu hanyalah sebuah ketulusan.

Ketulusan yang muncul karena kesadaran tak bisa bersama dan saling memiliki. Perbedaan tidak hanya melemparkanmu jauh dari padanya, tetapi juga memaksamu memendam semua rasa, membunuh semua hasrat, dan berbohong tiada henti pada dirimu sendiri. Ketika teriak hatimu tak lagi kau hiraukan, dan dirimu terbenam dalam semua logika dunia, menolak semua yang diungkapkan perasaaan, dan berpura-pura seolah kau tak memilikinya, perasaan itu justru semakin menyiksa. Seperti ketika kau hampir terbang tetapi logikamu mengurungkan niat itu hingga kakimu mendarat kembali. Seperti ketika bibirmu telah tertarik karena hatimu yang berbunga namun kemudian kau mengurungkan niatmu untuk tersenyum. Seperti ketika kau memandang punggungnya yang berjalan di depanmu dan kau dapati hatimu terpukau, namun kemudian kau menggelengkan kepalamu dan berkata tidak.

Mulut sekitar mulai meracau, seakan-akan menghakimi bahwa pertemuan sejauh ini berarti adalah sebuah kesalahan. Manusia lain mulai sok tahu dan berbicara akan kebenaran harga sebuah iman, padahal yang sama pun nyatanya belum tentu beriman. Kau mulai pusing dengan segala logika dunia semacam "iya kamu merasa menjadi lebih baik, tapi bukan dia orangnya" atau "Masih banyak di luar sana yang bisa membuatmu menjadi lebih baik lagi dari sekarang, justru berterimakasihlah kepadanya karena telah membuatmu ikhlas melepaskan untuk seseorang yang lebih baik lagi, lepaskan" atau yang lebih mengganggumu adalah; CINTA yang timbul kepada orang yang berbeda sebenarnya adalah ujian dari TUHAN untuk melihat apakah seseorang tersebut lebih memilih TUHAN nya, atau manusia? Lalu kau di ombang-ambingkan oleh ketidakikhlasan, kau tak mau semua ini hilang tanpa makna.

Sesaat kau ingin marah, bahwa mereka tidak cukup manusiawi untuk menerima perbedaan. Menghakimi kehidupan orang secara sepihak tanpa memberi kesempatan terlebih dahulu, imanmu dihargai dengan mudah dan diartikan seakan lemah menghadapi perbedaan. Kau benci dianggap sebagai manusia tak berprinsip.

Perbedaan telah membunuh kejujuran dalam hatimu, untuk sekedar mengakui bahwa hatimu bahagia berada di sampingnya, bahwa kau merasa begitu didengarkan dan dicintai, bahwa kau selalu ingin terlihat indah di depannya meskipun apabaila tidak indah pun kau tetap menjadi indah di matanya, bahwa kemungkinan besar kau telah jatuh cinta.  Kau jatuh cinta di ambang batas.

Kau sadar dirimu dan dia berbeda.

Seandainya bisa, kau mau membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya, mengikuti masa, mengalir saja dan membiarkan waktu menjawab semuanya. Serasa kau dan Dia lebih baik mengasingkan diri, memulai hidup baru di tempat yang baru. Tuhan yang satu, kau, dan dia yang setia cukup jadi modal. 

Tapi kau terlalu takut itu akan menyakitinya. Kau enggan menjadi manusia yang egois untuk berjalan bersama tanpa arah, padahal kau tahu yang ada pada akhirnya hanyalah jalan buntu yang akan membawa kalian kepada jalan yang berbeda.

Walau begitu, kau mencintainya.
dan hanya Kau saja yang merdeka atas itu, meskipun tak ada yang rela mau mengakuinya dan menopangmu dari belakang.  

Ya, kau mencintainya.

Satu alasan saja pun cukup saat ini.



Jakarta,
7.9.2016

Almost There!! (Diary of A Jobseeker - Part 2)

Hasil gambar untuk jobseeker tumblr
Memulai melamar kerja dengan background Peternakan membuatku punya prinsip "Aku mau bekerja di perusahaan ternama bidang Consumer Goods". Sehingga lowongan lain diluar itu (mohon maaf) sementara belum dilirik-(awalnya). Mulailah membuat daftar nama perusahaan-perusahaan tersebut dan memasukkan aplikasi pendaftaran satu per satu. Sebelum mengenakan toga, aku selalu menekankan untuk tidak idealis memandang apapun peluang di masa depan. Aku termasuk orang yang keras kepala dan perfeksionis, menjalani hidup dengan arogan, merasa bisa mencapai ini itu tanpa membaca kapasitas diri. Sifat idealis itu penting namun harus lihai dalam menempatkan prinsip, idealisme seseorang tidak bergantung pada usia, karena masih banyak saja orang yang sudah ‘matang’ namun masih mendewakan idealismenya dan salah menempatkan. Memang idealisme pribadi adalah hal baik yang menandakan bahwa kita merupakan orang yang berprinsip dan memiliki tujuan hidup yang jelas serta apa-apa yang ingin kita capai kedepannya.

Namun, apakah hal itu cukup? Tidak, karena idealisme pun harus menyesuaikan keadaan saat ini, peluang di masa kini, dan juga orang-orang sekitar. Sebenarnya aku adalah orang yang tidak punya parameter panjang dan tinggi-tinggi soal karir, karena memang aku lebih penasaran mengejar passionku dibandingkan punya karir hebat. Kalau kata salah satu teman, aku adalah tipe manusia yang lebih suka terlibat dan menjalani saja ketimbang belum menjalani tapi sudah punya mimpi yang panjang. Kebiasaan fresh graduate kebanyakan adalah:
  1. Gue mau kerja apa ya ntar abis lulus, mengisi posisi manager dong tentunya. Kan S1 mah bukan pekerja, tapi pembuat konsep. 
  2. Males ah kerja di marketing, pokoknya gue ga mau kerja yang ada targetnya kaya finance-finance gitu (sumpah ini gue dulu) 
  3. Kerja apa ya yang bisa langsung naik jabatan cepet? 
  4. Pokoknya gajinya harus diatas 5 juta lah S1 mah HAHAHAHA!! (padahal pada ga banyak yang tau juga kalau beda daerah beda standar gaji) 
  5. Gue pengennya kerja di perusahaan terkenal lah 
  6. Kerja nanti harus sesuai lah sama disiplin ilmu, biar linier karirnya *bawa bendera fakultas*. 
  7. Di Bandung aja lah kerja (sumpah ini gue juga HAHAHA ya gimana ya bandung nyaman abis) 
  8. Kaga mau ah kerja di domisili rumah, ya elah ngapain udah jauh-jauh kuliah terus balik rumah 
  9. Ehh si A gua anjurin daftar ini itu malah keterima panggilan tes mulu kok gue kaga sih, udah ah nanti gak usah kasih tau lagi kalo ada loker yang bagus-bagus! 
  10. Lamar yang keren-keren langsung ah, yakali IPK kaya gua ga bisa lolos perusahaan keren. Mustahil!
Pernah? Yup, everybody does.
Manager? Iya gak masalah sih… hanya saja kita hidup di negara yang lapangan pekerjaan memang banyak tetapi jumlah calon pekerjanya juga LEBIH BANYAK. Boleh disearching pengangguran S1 dan S2 di Indonesia itu bagaimana, sangat sedikit sekali ada cerita S1 langsung jadi manager. Mungkin kalau zaman Ayah dan Ibu kita masih begitu, masih kuliah saja sudah di tag buat kerja. Apalagi khususnya di bidang peternakan, andai saja kementan dan dirjen peternakan isinya anak pertanian sama peternakan. Terkadang yang bicara soal impor sapi saja tidak ada gelar-gelar Peternakannya. Sesungguhnya, tidak ada salahnya memiliki pemikiran seperti itu dan sangatlah wajar. Setiap fresh graduate pasti melalui masa-masa pergumulan seperti itu, hanya saja jangan sampai pemikiran-pemikiran itu mengantar ke kehidupan yang kurang menyenangkan. Belajar menjadi pribadi yang dinamis tapi bukan plin-plan, bijak membaca peluang, dan NO PAIN NO GAIN. "Learning by doing…"  merubah kerangka pikir dan pemahaman juga sifat dan pola pikir lebih baik. 

and The Journey Begin..

>1 bulan berlalu, Well, masih bulan Mei dan baru masuk bulan pertama sebagai seorang Sarjana, masih berasa-berasa baru ini pengangguran. Tidak diterima di Nestle dan Nutrifood kemaren belum apa-apa, jadi sepertinya belum menjadi masalah yang seriuslah kalau belum juga bekerja, toh perusahaan yang dilamar juga baru beberapa. Tenang dulu. Rumah menjadi pilihan maka lebih baik pulang dulu, menyediakan waktu untuk keluarga dulu karena kasihan Adik di rumah mengurusi kedua orangtua sendirian. Tentunya sambil memantau setiap info lowongan kerja via online, alih-alih membuat alasan masih belum bekerja karena fokus pada keluarga dulu. HAHAHA..

Bulan ke- 1 berlalu (Bulan Juni), sudah mulai panas kuping ini mendengar orang rumah, saudara dan tetangga yang terkesan jadi sok paling tahu sama kondisi lapangan pekerjaan. Ada juga loh yang menghakimi dan mengejek bahkan, tapi ya sudahlah. Lidah memang tidak bertulang, mau bagaimana lagi. Tabah dan sabarkan hati. Situasi rumah sudah tidak kondusif, maka memutuskan kembali lagi ke Bandung berhubung kosan juga habisnya pada akhir Juli jadi masih ada kesempatan untuk berkembang. Aku tidak tahu kalau orang lain, tapi mendekam di rumah membuat diri jadi kurang kreatif dan merasa dibatasi soal ini itu. Akhirnya cenderung menjadi pribadi yang mengalah, mengalir saja biar tidak pusing. Sekalian mengurus kelengkapan administrasi untuk daftar wisuda, ijazah serta transkrip. Sesampainya di Bandung mulai bergerak lagi datang ke beberapa jobfair dan membenahi akun di Jobstreet dan kawan-kawannya, meskipun seperti mustahil saja melamar dari portal-portal kerja seperti itu kalau belum memiliki pengalaman kerja. Kebetulan ada jobfair di UNPAD tanggal 14-15 Juni 2016.


Bulan ke- 2 (Bulan Juli), sudah lumayan perusahaan yang diikuti untuk tes terutama yang berasal dari Jobfair UNPAD yaitu MT circle K (gagal di psikotest), MT Superindo (gagal di psikotest), dan MDT Nestle (sampai HRD namun tak kunjung ditelepon lagi setelah harap-harap 2 minggu). Dan pertanyaan-pertanyaan berikut mulai hadir mengusik, kapan kerja? Udah diterima kerja dimana? Oh belom, emang ngelamar kerja dimana aja? Tarik nafaaaaaaaaaaaaas, sabar. Tenang, masih ada yang lebih menyakitkan…Loh, kok belom kerja, si Anu di perusahaan ini lo, si Itu diterima di sana! Masa kamu yang begini begitu X, Y, Z belom juga kerja – pengen pura-pura kesurupan aja. Sedihnya adalah.. orangtua pun ikut-ikutan menghakimi dengan cara yang sama. Tapi, terimakasih untuk orang-orang seperti ini yang memberi pertanyaan dan hobi sekali melakukan riset perbandingan-pebandingan telah lahir di dunia ini, setidaknya membuat dada aku lapang eh lapang dada dan begitu tahu artinya sabar.

Bulan ke- 3 (Bulan Agustus)
  • Minggu- 1, AKU MAU WISUDA. Satu minggu sebelum wisuda aku menangis tiap malam, mengkawatirkan ini itu. Terlalu takut rasanya meninggalkan Bandung secepat itu, belum siap numpang tinggal di tempat saudara lagi. Tapi apa daya, orangtuaku belum mampu untuk mendukung secara materi lagi. Maka momen yang seharusnya dinikmati dengan bahagia, ada yang mengganjal di dalam hati. Tawa waktu itu kurang lepas, tidak seperti biasanya. Aku kurang menikmati momen wisuda itu, karena aku yakin kehidupan setelah ini pasti harus cepat-cepat dipahami padahal aku enggan masuk di dalamnya. Aku berjanji sebagai penebusan atas euphoria wisuda yang kurang aku rayakan, akan aku buat sebuah tulisan nanti. Bagaimanapun wisuda menjadi tolak ukur juga untuk siap ke gerbang yang sesungguhnya. Di minggu pertama tepat H-1 wisuda aku meruntuhkan ego dan mengurungkan niat untuk bertahan melamar hanya ke perusahaan consumer goods saja, akhirnya aku mendaftar Medion dan mengikuti tes psikotestnya. Hasilnya? Tunggu 2 minggu lagi dari tanggal 2 Agustus 2016. H+1 wisuda lagi-lagi aku meruntuhkan prinsip untuk tidak melamar di bank maupun Finance, aku melamar ke sebuah perusahaan Finance di Bandung dan mengikuti tes psikotestnya. Hasilnya? Aku pergi setelah melihat namaku tidak tertulis di pengumuman yang mereka keluarkan satu jam setelah tes psikotest berlangsung. Sebenarnya test nya sama saja dengan yang sudah-sudah, namun ketika sebelum test berlangsung mereka sempat menjelaskan mengenai keterikatan kontrak serta pinalti yang harus dibayar apabila keluar dari kontrak. Cukup menyeramkan, seperti dikotakkan kreatifitas yang aku punya sehingga pada akhirnya aku pulang dengan perasaan yang biasa-biasa saja.
  • Minggu ke-2, Aku sudah di Bekasi. Tiga hari pertama aku sangat amat berusaha menyesuaikan diri, baik panasnya, nyamuknya, orang rumah saudara dan masih banyak hal lain lagi yang membuat aku ingin pulang ke Lampung saja. Aku mulai merasa harus menghilang dari media sosial, menjarangkan aktif di grup-grup segala jenis pertemanan, dan lebih aktif melihat lowongan kerja saja. Am I desperate? YES I AM. Sangkin putus asanya waktu itu, aku akhirnya menghubungi Bunga teman SMA untuk bertanya adakah lowongan pekerjaan di sana dan ternyata ada!! Aku dianjurkan menjadi Purchasing di perusahaan Importir Teh dari Taiwan di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.
  • Minggu ke- 3, Senang sekali akhirnya dipanggil interview oleh mereka, benar-benar moodbooster sekali buat waktu itu, ditambah saat mau masuk mulai interview..aku ditelpon oleh medion untuk datang interview tahap user ke Bandung. Mau meledak saja rasanya hari itu, aku selesai interview dan pulang dengan senang hati. Tasya ke Bandung lagi!!!!!!!
  • Minggu ke- 4, Tanggal 21 Agustus 2016 aku sudah di Bandung. Senang sekali rasanya bisa ke Bandung lagi, memang bisikan Bandung kuat sekali ingin memelukku. Betapa aku mensyukuri apapun yang aku lihat dan rasakan saat itu di Bandung. Bahkan kau boleh tertawa, saat mandi pertama memakai air di Bandung, Aku merinding kedinginan!!! Bekasi mau sedingin apapun cuacanya, tetap saja airnya tidak segar. Tanggal 22 Agustus 2016 ketika bersiap untuk berangkat ke Medion, ada nomer tak dikenal menelepon aku lagi setelah sebelumnya menelepon juga namun aku sedang di kamar mandi dan tak sempat diangkat. Kau tahu itu telpon dari siapa??? HRD NESTLE TELPON LAGI!!!!! Beliau mengatakan bahwa aku diundang untuk interview user yaitu wawancara bersama Ibu Helen Herlianty, di mana Beliau adalah National Field Operation Manager Nestle Indonesia. Aku teriak-teriak masih tidak habis pikir, bagaimana bisa satu bulan lebih aku ditelepon lagi padahal waktu itu mereka bilang kalau dalam dua minggu tidak ada kabar berarti “mohon maaf Anda belum dapat bergabung bersama kami”. Tapi hari itu, keajaiban terjadi. Aku berangkat dengan gembira sekali menuju Medion, sambil memikirkan jadwal aku berlatih, merapikan rambut dan merawat diri sebaik mungkin untuk persiapan hari Senin nanti. Satu minggu lamanya aku di Bandung, menikmati hari-hari di sana bersama teman-teman di sana. Setiap malam jalan keluar, makan di luar..entahlah dua minggu di Bekasi serasa dua bulan lamanya. Aku sempat juga tes PT. Paragon Technology & Innovation hasil dari Jobfair Polban, dan mengikuti jobfair di SBM. Nanti aku juga akan berikan tips mengikuti jobfair yang baik! Tunggu saja.
  • Minggu ke- 5, hari yang ditunggu datang. Tanggal 29 Agustus 2016 pagi aku sudah bersiap dan berlatih lagi dan lagi, baik itu sikap, cara menjawab yang baik, senyum yang ramah, dan juga kualitas menjawab yang berbobot. HRD Nestle pun baik sekali memberikan tips kepada aku bagaimana wawancara yang baik, aku mensyukuri sekali hari itu terjadi. Aku berangkat menujur Stasiun Jatinegara untuk menuju Stasiun Manggarai, dan mulailah ada masalah. Kereta menuju Stasiun Manggarai terhenti di Cakung karena ada masalah dan harus diperbaiki, 1,5 jam aku cemas dan mulai gelisah menunggu. Waktu sudah menunjukkan 13.12 tidak banyak lagi waktu menuju pukul 15.00, Setidaknya jam 14.00 aku harus sudah sampai di kantor Nestle. Ternyata, ada seseorang Ibu yang memperhatikanku yang sedang gelisah. Beliau bertanya aku hendak kemana, kebutuhan apa memakai baju rapi seperti mau kerja, dan juga asal darimana. Ketika kujawab ingin Interview di Nestle, Ibu itu lantas langsung mendoakanku dengan memegang tanganku. Selesai mendoakanku, Ia melihat telapak tanganku lalu berkata: “Tenang Nak, kamu sudah terpilih olehNya sejak Dia mati mengorbankan diriNya. Sudah rejekimu itu nanti, tidak usah kawatir. Kuat!” Lalu Ia menangis. Aku kaget bukan main, seharusnya aku yang menangis karna sikapnya yang begitu tulus mau mendoakanku. Ternyata, Beliau pun sedang tidak baik-baik. Ia sedang mengalami masalah soal pensiunnya, maka sudah dua bulan Ia luntang lantung di Ibukota ini hanya untuk mengurusi biaya pensiunnya. Kau tahu Ia darimana? Ambon! Lantas dengan cepat aku mengutuk birokrasi Pemerintah yang tega membiarkan Ibu tua seperti ini jauh-jauh datang hanya untuk sesuatu yang mungkin bisa saja diupayakan diurus dari sana. Aku menguatkannya, mengusap bahunya dan ingin rasanya memeluknya saat itu. Aku berterimakasih atas sikapnya itu, dan melemparkan senyum paling tulus yang bisa aku berikan. Aku tak punya apa-apa saat itu, cuma itu yang dapat aku berikan. Tak lama kereta kami datang, dan ternyata kami masih bersama sampai di Manggarai yang hanya satu stasiun saja dari Jatinegara. Aku terus berjalan di sampingnya, memang kami pisah kereta namun cepat sekali Ibu itu hilang padahal aku jalan pelan sekali memperhatikan untuk menjaganya dari belakang. Aku berbisik mengucap perpisahan dan memohon Tuhan untuk menyertai langkahnya, lalu aku naik kereta menuju Stasiun Tanjung Barat. Sesampainya di Nestle aku melihat lambangnya dan mengucap pelan di belakang Mas Gojek “This is gonna be my head office”, kantornya megah sekali untuk masuk saja harus memiliki kartu untuk. Sudah pukul 14.00 WIB, aku berusaha menenangkan diriku dan hingga akhirnya namaku dipanggil. Interview berlangsung selama 25 menit, aku bisa menjawab dengan baik dan sudah merasa memberikan semua yang bisa aku upayakan. Perjalanan pulang lega sekali rasanya, malam itu menjadi malam pertama aku bisa bersyukur menikmati kota Jakarta.
    Keesokan harinya aku nothing to lose saja, tidak terlalu kawatir sekali apabila tidak ditelepon pihak Nestle lagi namun yaaa sisi manusiawiku berbisik: lelah juga membayangkan apabila aku harus test atau ke jobfair lagi. Namun, apapun itu bentuk kekawatiranku:
     "KehendakNya lah yang terjadi, bukan kehendakku. Terjadilah padaku menurut perkataanMu".

    Aku mengisi hari dengan berenang, memasak makanan, nonton film bersama sepupuku supaya tidak gundah menunggu-nunggu kabar. Sampai akhirnya malam tiba, ada telpon dari HRD Nestle lagi!


    -------- Penantian sabar berbuah manis --------



    Setelah...

    Ribuan Kilobyte Quota internet dihabiskan.

    Jutaan Rupiah dikeluarkan untuk mobile kesana kemari dan biaya makan semasa pengangguran.
    Berjam-jam waktu dihabiskan untuk melakukan kegiatan tanpa pemasukan.
    Ratusan lembar kertas dihabiskan untuk membuat surat lamaran dan dokumen lainnya.
    Puluhan lembar pas photo berbagai macam ukuran dipersiapkan.
    Ribuan Kilometer ditempuh dan dilalui untuk mencari pekerjaan.
    Puluhan jenis akomodasi digunakan baik kereta api, motor, bus, busway, travel minibus, taksi, angkot, dan ojek untuk menuju tempat seleksi melamar pekerjaan.
    Puluhan liter tetes air mata duka dan bahagia dirasakan.
    Lebih dari 25 perusahaan yang berhasil dilamar dan tak kunjung menemukan jawaban pasti.

    Kau tahu apa??
    AKU DITERIMA DI MDT NESTLE BATCH 10
    untuk bulan Oktober nanti!!!
    Sungguh Kuasa Tuhan sekali, ditambah penempatannya di Lampung.
    Tuhan terampil sekali meletakkan rencana atas hidupku dan benar-benar indah pada waktunya. Aku juga bisa fokus ke orangtuaku dan membantu adikku lagi, seakan kekawatiranku selama ini untuk orang yang kusayangi dijawab sekaligus oleh Tuhan.
Mau tahu kuncinya apa? Baiklah, aku tak bersikap teroritis atau religius di sini.

Ini hanya pengalaman luar biasa yang baru kali ini aku merasa menjadi manusia yang terpilih dan diselamatkan. Jika kamu menginginkan sesuatu mengucaplah, mintalah dengan baik bukan memaksa, bilang pada Tuhan kalau itu yang terbaik tunjukkan jalan. Benar loh kawan! Tuhan menunggumu untuk meminta, selama itu kamu berusaha keras kepala untuk sesuatu yang tidak kamu coba meminta restu padaNya, kamu tidak akan mendapatkannya. Semua yang kulalui selama ini tidaklah mudah, tapi sikap act and feel like there is nothing to lose, try everything.. membuatku tetap tegar menjalani apapun hambatan dalam pencarian kerja selama ini.

Kamu masih belum dapat pekerjaan?
Kamu menganggur lebih lama daripada aku?

TENANG!!!!
Kamu bukan orang yang gagal, mungkin memang banyak di luar sana yang mendapat pekerjaan saat setelah lulus ataupun sebelum lulus. Tapi, itu mereka. Bukan kita. Rejeki sudah Tuhan yang mengatur, porsimu itu Tuhan yang tahu bukan orang lain yang komentar soal status kita. Temanmu yang lebih dulu mendapatkan pekerjaan pun pasti punya hambatan sendiri, rasa salah tempat untuk bekerja, rasa kurang puas atau ingin keluar saja. Apalah artinya status sesaat seolah kamu berbangga sudah mendapatkan kerja, namun pada akhirnya tidak kamu syukuri atau kamu nikmati. Maka sabarlah menanti sambil kamu berusaha sambil lantunkanlah doa, cuma media itu saja kamu bisa berkomunikasi intim denganNya dan harganya GRATIS, bisa di mana saja Ia pasti mendengarkanmu. Sekali lagi, Tuhan menunggumu untuk meminta. Tunjukkanlah niatmu untuk menanti sesuatu yang terbaik bagimu itu kepadaNya. Maka dengan tangan terbuka Tuhan pasti membuka jalan dan membantumu untuk sampai kesana.

Tuhan merawat semua perasaan dan keputusasaan kita: baik yang telah menyala, yang masih bara, bahkan, yang telah sirna. Karena... Tuhan hidup menggelandang di tubuh yang dibangun dari pesta pora. - Adimas Immanuel

Jadi, Bersahabatlah dengan waktu.
Tangis duka akan berganti dengan tawa bahagia.
Kisah perjuangan kamu akan menjadi sejarah yang melegenda.
Selamat menanti dan terus berjuang !


Note :
Jadi pengangguran, jangan mati gaya ya..
Isi waktu sembari menanti dengan memperbaiki kualitas diri, seperti; membaca buku, meningkatkan skill memasak, les bahasa Inggris, menulis, belajar adobe photoshop, belajar editing video, bertemu mahasiswa atau siapa saja untuk sharing saling mengisi dan kegiatan lainnya yang memberi NILAI TAMBAH bukan hanya kebanyakan tidur, makan, atau nonton film sambil makan lalu ketiduran.


Salam Semangat  Pengangguran,
- ALB -

Bekasi,
2/9/2016