Kacau, namun Cinta

Pernahkah kau merasa bingung mengartikan rasa? Entah cinta atau sesungguhnya hanya hatimu yang takut kecewa atau membuat kecewa. Bingung karena seseorang telah melakukan begitu banyak hal yang menurutmu itu pengorbanan, sedangkan mungkin saja itu hanyalah sebuah ketulusan.

Ketulusan yang muncul karena kesadaran tak bisa bersama dan saling memiliki. Perbedaan tidak hanya melemparkanmu jauh dari padanya, tetapi juga memaksamu memendam semua rasa, membunuh semua hasrat, dan berbohong tiada henti pada dirimu sendiri. Ketika teriak hatimu tak lagi kau hiraukan, dan dirimu terbenam dalam semua logika dunia, menolak semua yang diungkapkan perasaaan, dan berpura-pura seolah kau tak memilikinya, perasaan itu justru semakin menyiksa. Seperti ketika kau hampir terbang tetapi logikamu mengurungkan niat itu hingga kakimu mendarat kembali. Seperti ketika bibirmu telah tertarik karena hatimu yang berbunga namun kemudian kau mengurungkan niatmu untuk tersenyum. Seperti ketika kau memandang punggungnya yang berjalan di depanmu dan kau dapati hatimu terpukau, namun kemudian kau menggelengkan kepalamu dan berkata tidak.

Mulut sekitar mulai meracau, seakan-akan menghakimi bahwa pertemuan sejauh ini berarti adalah sebuah kesalahan. Manusia lain mulai sok tahu dan berbicara akan kebenaran harga sebuah iman, padahal yang sama pun nyatanya belum tentu beriman. Kau mulai pusing dengan segala logika dunia semacam "iya kamu merasa menjadi lebih baik, tapi bukan dia orangnya" atau "Masih banyak di luar sana yang bisa membuatmu menjadi lebih baik lagi dari sekarang, justru berterimakasihlah kepadanya karena telah membuatmu ikhlas melepaskan untuk seseorang yang lebih baik lagi, lepaskan" atau yang lebih mengganggumu adalah; CINTA yang timbul kepada orang yang berbeda sebenarnya adalah ujian dari TUHAN untuk melihat apakah seseorang tersebut lebih memilih TUHAN nya, atau manusia? Lalu kau di ombang-ambingkan oleh ketidakikhlasan, kau tak mau semua ini hilang tanpa makna.

Sesaat kau ingin marah, bahwa mereka tidak cukup manusiawi untuk menerima perbedaan. Menghakimi kehidupan orang secara sepihak tanpa memberi kesempatan terlebih dahulu, imanmu dihargai dengan mudah dan diartikan seakan lemah menghadapi perbedaan. Kau benci dianggap sebagai manusia tak berprinsip.

Perbedaan telah membunuh kejujuran dalam hatimu, untuk sekedar mengakui bahwa hatimu bahagia berada di sampingnya, bahwa kau merasa begitu didengarkan dan dicintai, bahwa kau selalu ingin terlihat indah di depannya meskipun apabaila tidak indah pun kau tetap menjadi indah di matanya, bahwa kemungkinan besar kau telah jatuh cinta.  Kau jatuh cinta di ambang batas.

Kau sadar dirimu dan dia berbeda.

Seandainya bisa, kau mau membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya, mengikuti masa, mengalir saja dan membiarkan waktu menjawab semuanya. Serasa kau dan Dia lebih baik mengasingkan diri, memulai hidup baru di tempat yang baru. Tuhan yang satu, kau, dan dia yang setia cukup jadi modal. 

Tapi kau terlalu takut itu akan menyakitinya. Kau enggan menjadi manusia yang egois untuk berjalan bersama tanpa arah, padahal kau tahu yang ada pada akhirnya hanyalah jalan buntu yang akan membawa kalian kepada jalan yang berbeda.

Walau begitu, kau mencintainya.
dan hanya Kau saja yang merdeka atas itu, meskipun tak ada yang rela mau mengakuinya dan menopangmu dari belakang.  

Ya, kau mencintainya.

Satu alasan saja pun cukup saat ini.



Jakarta,
7.9.2016

No comments:

Post a Comment