Sajak-sajak Patahku

Banyak manusia yang jatuh cinta saat mereka bersenang-senang. Aku tidak. Aku jatuh cinta pada saat kedukaan lebih bersahabat dibandingkan kesukaan. Bukan, bukan berarti ini buruk. Kamu adalah hal terbaik yang pernah terjadi padaku.

Banyak manusia yang jatuh cinta saat langit cerah dan sinar hangatnya memendar. Aku tidak. Bukan berarti ini buruk. Kamu adalah senja pembawa jingga terbaik yang pernah menghampiriku.

Banyak manusia yang suka sekali menyuarakan nestapa mereka. Aku tidak. Aku pandai menyimpannya dengan rapat di dalam sajak-sajak lirihku. Betapa lelah mereka terpenjara dalam hatiku yang sepi.  Hanya kamu, saksi yang mengubah kesunyian itu pecah menjadi kata-kata yang merdeka.

"Aku benci diriku, gak ada gunanya. Nangis mulu mikirin ini-itu, bodoh banget."

"Aku gak suka lihat laki-laki tamak, lebih mikirin kuantitas daripada kualitas. Kesetiaan jadi sesuatu yang disimpan, bukan dijaga."

"Aku tidak sabar mau hidup sendiri, memulai apa-apa semuanya sesuai dengan kehendakku. Aku mau bebas."

"Aku iri pada senja, dia bisa saja datang dan pergi tanpa tergantung pada siapapun. Apa yang dilakukannya menyenangkan setiap hati yang melihat jingganya. Jika tidak muncul pun karna langit mendung, dia tak pernah marah."

Padamu aku bisa mengatakan semuanya tanpa perlu takut kamu menghilang. Padamu aku bisa menceritakan hal terkecil dan terbodoh dalam hidupku tanpa perlu takut menerima tatapan aneh atau prasangka buruk. Hanya kamu yang bisa mendengarkannya dengan perasaan kagum, lalu tertawa dan berucap: "Kok bisa lah aku ketemu sama manusia kayak kamu di dunia ini. Dari sekian banyak, dari segala kemungkinan yang ada, aku ketemunya sama kamu". Lalu senyum sialan itu berhasil membuatku menjadi orang paling bahagia di muka bumi ini.

Aku tidak pernah merasa malu bila harus menangis seperti anak kecil di hadapanmu. Tidak banyak kata yang kamu ucapkan saat aku menangis, kamu hanya diam menatap iba aku yang sedang dirundung kedukaan. Usapan tanganmu dan dekap tubuhmu selalu datang dengan begitu ringan. Kamu pun tidak pernah bertanya bila aku tidak sedang ingin bercerita. Kamu tahu saat waktunya tiba, aku akan bercerita dengan sendirinya.

"Ya ini hidup. Kelelahanmu itu dapat membuatmu jadi lebih baik lagi. Semangat, kamu masih punya banyak kesempatan dalam hidupmu untuk memikirkan hal yang lebih baik lagi." ujarmu sore itu, saat aku bilang bahwa ayahku mengingkari janjinya sendiri. Bila tanpamu, hari itu duniaku nyaris hilang.

Bagiku yang tidak pernah pandai menghadapi kesedihan, kehadiranmu selalu mampu menyelamatkan.

Berjalan bersamamu selalu membuatku merasa bahwa hidupku baik-baik saja. Melihat bagaimana kamu menertawakan kemalanganmu selalu membuatku merasa bahwa hidupku tidaklah terlalu buruk untuk dijalani. Seperti waktu itu, saat hari besar datang kamu justru bukan pulang ke rumah tapi mengiyakan tawaranku untuk merayakannya bersama perempuan yang kurang tahu harus mempersiapkan apa untuk memeriahkan hari itu. Bangun saja aku telat.

Akhirnya, hanya opor ayam asin yang santannya tak disaring dengan benar, serta beberapa sumbangan dari orang lain membuat kita bisa merayakan hari itu. Dan yang terpenting adalah, aku ada bersamamu.

"Enak ini!! Boleh, boleh" sambil tertawa kita memakannya, tahukah kamu? Sedih sekali hari itu melihatmu dengan lahap memakan masakan absurd itu. Aku hanya membayangkan apabila tidak ada aku yang menemukanmu pada malam itu, entah siapakah yang mampu menemanimu di saat seperti ini. Aku bersyukur bisa menjadi orang terpilih yang mengisi kesunyian dan kemalanganmu.

Aku yang saat itu merasa seakan tak memiliki apa-apa, lalu melihatmu tersenyum berterimakasih, tiba-tiba segalanya menjadi cukup.

Serasa hanya ada kita saja saat itu di dunia fana ini, sepasang manusia yang bersyukur karena masih bisa menikmati hari itu sebagaimana layaknya, banyak mungkin pasangan lain. Tapi aku tak peduli.

Tuan,
Aku lah lautan memeluk pantaimu erat,
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika senja tiba,



Bekasi,
15.9.2016

No comments:

Post a Comment