Payung Teduh



Can a song save your life?
Well, I'm gonna kick this off with very emotional YES.
Sebuah lagu mungkin adalah benda mati, namun terasa hidup. Kau bisa bilang bahwa penyanyinya yang hidup, lagunya tidak. Kubenarkan itu, tapi buatku sebuah lagu telah menyelamatkanku menjadi seorang perempuan yang tangguh dan dapat hidup kembali. Sebuah lagu bisa membantumu membuka mata.
Tulisan ini teruntuk sekelompok pecinta musik asli Indonesia. Aku tidak mau menyebut mereka sebuah band. Karena buatku mereka lebih dari itu.

 Album ke-1 "Payung Teduh" (2010)

Album ke-2 "Dunia Batas" (2012)

Berikut kisah terbentuknya musik ajaib mereka:

Payung Teduh lahir dari dua orang sahabat yang berprofesi sebagai pemusik di Teater Pagupon yang senang nongkrong bersama di kantin FIB (Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia,  mereka adalah Is dan Comi  yang senang bermain musik bersama di kantin, selasar gedung kampus, tepi danau hingga event – event di luar kampus. Secara tidak sadar kebersamaan mereka dalam bermain musik telah menguatkan karakter bermusik mereka dan telah disadari bagi orang-orang sekitar yang sering menyaksikan mereka bermain musik bersama. 

Payung Teduh terbentuk pada akhir 2007 dengan formasi awal Is dan Comi, sadar akan eksplorasi bunyi dan performa panggung pada tahun 2008 Payung teduh mengajak Cito untuk bergabung bersama sebagai drummer lalu mengajak Ivan sebagaiguitalele player pada tahun 2010. Angin Pujaan Hujan ialah lagu pertama yang memunculkan warna mereka sendiri. Seiring berjalannya waktu tercipta pula lagu-lagu lainnya seperti Kucari Kamu, Amy, Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan, juga termasuk karya-karya dari pementasan teater bersama Catur Ari Wibowo seperti; Resah, Cerita Tentang Gunung dan Laut, serta karya Amalia Puri yang berjudulTidurlah dan Malam. Dan pada akhirnya Payung Teduh memutuskan untuk membuat album indie pertamanya yang dirilis dipenghujung 2010. 

Musik yang dimainkan oleh Payung Teduh  tidak memiliki batasan tersendiri,  musik yang dimainkan oleh Payung Teduh yaitu musik Payung Teduh itu sendiri. Pada album pertama ini bisa dibilang karakter musik yang dibawakan seperti musik di era golden60’s dengan  balutan keroncong dan jazz. Dan jika ditanya jenis musik apa yang diusung oleh Payung Teduh, maka Payung Teduh menyerahkan sepenuhnya kepada pendengar. Dalam pengertian bahwa payung teduh tidak akan hanya berhenti di satu gendre tertentu, namun yang pasti tetap bermusik dengan ciri yang sudah mereka miliki.
Sumber: payungteduh.blogspot.com

Lalu, kenapa bisa mengubah hidup?
Ada beberapa lagu dari mereka bukan karena liriknya seperti pengalaman hidupku, hanya saja alunannya bisa membuatku terbuai bukan main.
Lagu itu bisa membuatku percaya bahwa LUKA tidak melulu menjatuhkan. Luka bisa menjadi sahabat perenunganmu akan hidup yang sebenarnya bukan sedang mengujimu tetapi membuatmu menjadi sosok yang dibutuhkan. Aku percaya tidak selamanya saat kamu terluka kamu harus menjadi yang utama buat orang lain, justru dirimu sendirilah yang menanti untuk diakui bahwa kamu tak ternilai dan sangat berharga. Dirimu adalah kamu dan hanya kamu.

Aku tidak pintar menyanyi, mengenal nada, atau memiliki pengetahuan luas soal jenis musik. Aku kenal lagu payung teduh dari tahun 2012. Karena termasuk korban perkembangan musik barat, saat itu aku belum tahu banyak jenis musik indie seperti mereka. Kesan pertama kali mendengarnya pun memang mendayu-dayu seperti musik pengantar tidur, bahkan rasa-rasanya siang hari mendengarkan lagu mereka kurang asik. Itu aku, dulu.

Sampai akhirnya terluka di tahun 2013 baru melirik lagu mereka lagi. Konyol memang. Dan, dan, dan..aku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada alunan, lirik, dan kekuatan dalam lagu mereka. Terasa sekali, lagu-lagu ini dibuat dengan cinta bukan nafsu masuk dapur rekaman.

Panjang cerita, hari Minggu kemarin tanggal 25 Oktober 2015 ada acara kolaborasi ART, MUSIC, and NATURE oleh Musca di Babakan Siliwangi, Bandung.
Harga tiketnya?  G R A T I S. It’s Free, fellas! Inilah alasan kenapa aku mencintai Bandung (bukan berarti aku tak cinta Lampung) hanya saja Bandung sering menyuguhkan hiburan pada masyarakatnya dengan tanpa mengeluarkan uang untuk menikmatinya.

Tanpa pikir panjang aku dan keempat temanku pergi ke sana. Mereka adalah Syifa dan Dika (yang sudah duluan sampai di sana), Robert yang pergi dari Bandung, sedangkan Aku dan Kevin pergi dari Jatinangor menempuh perjalanan jauh dan menembus konvoi Persib dulu baru bisa sampai ke sana. Entah kenapa juga pawai kemenangan Persib harus di hari minggu malam, atau konser musik ini yang diadakan di hari minggu. Sepertinya kedua acara ini tidak diperuntukkan untuk pegawai yang sibuk was-was dengan aktivitas kerja senin nanti, acara ini untuk mahasiswa yang tidak peduli seninnya seperti apa yang penting nonton konser dulu.



Malam senin itu rembulan sedang cantik-cantiknya! Saat alunan lagu berdua saja kulihat sekitarku banyak pasangan saling berpelukan, menatap mesra, dan saling lontarkan senyum paling manis. Aku? Hahaha ketawa bersama Kevin dan Robert saja. Salah memang, aku mengajak teman yang tidak kenal Payung Teduh siapa. Jadi mereka hanya tertawa berusaha mengikuti lirik lagu dan banyak salahnya. Aku pun tak luput dari tawa, jauh dari gelak tawaku ahh aku juga ingin pergi bersama senjaku saat itu. Tidak usah berpelukan, saling menyanyikan lagunya saja sudah cukup indah untukku. Biar sinar rembulan saja yang tertawa geli melihat tingkah kita.

Sampailah aku yang harus memberi tahumu lagu payung teduh mana saja yang aku suka;


1. Untuk Perempuan yang Sedang dalam pelukan


2. Rahasia

3. Menuju Senja


Malam itu luar biasa, aku banyak tertawa tak menyangka bisa menikmati langsung lagu-lagu itu dengan orang yang tak terduga. Memang belum banyak yang menyukai lagu mereka atau bahkan belum kenal.
Maka kukenalkan padamu, tak kenal maka tak sayang bukan?

Entah kekuatan apa yang membawaku nekat pergi ke Bandung malam itu untuk melihat langsung payung teduh. Sepertinya karena ingin rasanya kutinggal gundah di hadapan lagu-lagu mereka. Supaya tak kubawa pulang lagi.
Andai kita berdua yang di sana, senja.
Apa yang kamu lakukan ya?
Atau..
Bagaimana caramu menatap ya?
Masih bisa tertawakah?
Senja,
Rembulan keterlaluan malam itu,
dia lah paling cantik di antara perempuan manapun yang datang kemarin.
Kamu pasti memujanya dengan terlalu.
Ah senja, apa tak ada keinginanmu memainkan layang-layang itu lagi?
Atau sebenarnya bukan layang-layang.
Apakah bulan berasumsi bahwa kita lah bintang yang menunggu waktunya untuk redup, karena terlalu keras kepala mencoba untuk memastikan bahwa kita dapat melalui malam sekali lagi?
 Atau
Hanya aku?
Terimakasih, Payung Teduh.

Jatinangor,
28.10.2015

No comments:

Post a Comment