Pagi menjelang hari
ini dan mata sudah lapar akan sinar matahari, ingin segera sambut pagi yang
mungkin berbeda dengan pagi sebelumnya. Sebagai manusia korban zaman yang serba
digital ini saya segera mencari smartphone saya, ahh..
bukannya bersyukur karna masih bisa diberi kehidupan saya justru mencari benda
mati itu. Maafkan. Lampu LED menandakan ada pemberitahuan masuk pesan LINE dari
teman di grup tentang mengajak orang untuk berdoa bersama atas kedukaan rakyat
Gaza, Palestina yang mendapat serangan lagi. Ada beberapa plot doa di sana,
awalnya menurut saya baik-baik saja sampai akhirnya saya tertegun sendiri
melihat satu plot doa yang berbunyi:
Ya Allah,
binasakanlah kaum Yahudi dan pasukan Israel
dan
cerai-beraikanlah kesatuan mereka.
Saya berulang kali
membaca kata-katanya dan memang benar begitu adanya. Hancur hati saya ketika
saya lihat ada doa seperti itu. Jujur, saya baru lihat. Akhir-akhir ini saya
sedang asyik untuk peduli terhadap berbagai masalah pilpres yang justru terjadi
kekacauan lagi di akhir pemilu yang telah berlangsung, kemudian muncul kabar
bahwa Israel menyerang Gaza lagi. Saya tidak mau bahas siapa serang siapa
duluan, saya tidak mau bahas di sini karena menurut saya kalian bisa dengan
bijak mencari informasi yang tepat di internet. Seharian ini saya berpikir
keras, mungkin buat Anda lucu ketika seorang mahasiswi yang baru berumur 20
tahun seperti saya membawa hal ini menjadi terlalu serius untuk dibahas. Saya
hanya gelisah dan pertanyaan demi pertanyaan datang memburu pikiran saya, mungkin
kalau seorang manusia dan Tuhan dapat dengan mudah berdiskusi bersama sambil
minum teh, saya tidak akan menulis ini.
Mengapa ada pekikan doa untuk mengutuk, mencerai beraikan
kesatuan suatu kaum dan menyuruh Sang Pencipta membinasakannya?
Bukankah mereka yang saling membunuh itu juga ciptaanNya, tak
perlu kamu suruh dan atur, Sang Pencipta pasti tahu harus berbuat apa karna Dia
yang menciptakannya.
Kenapa tidak ucapkan saja doa supaya yang berduka menurut si
pendoa dapat diberikan penghiburan oleh Sang Pencipta?
Kenapa lebih memilih meluapkan kedendaman dan memakai Tuhan
sebagai subjek yang akan mengabulkan doa seperti itu?
Tidak ada yang namanya kebetulan di hidup ini.
Tidakkah
pernah terpikir semua terjadi karna ada alasannya?
Tidakkah
pernah terpikir perang di depan mata adalah cobaan untuk kita juga?
Tuhan
masih membiarkannya, adakah sikap kita menanggapinya?
Benar-benar
berdoakah kamu di dalam kamar secara pribadi kepada Tuhan atas kedukaan mereka?
Atau hanya menyebarkan info sana sini yang belum pasti sumber
dan keasliannya.
Malah justru akan memecah belah pola pikir manusia terutama
bangsa kita yang sedang membutuhkan perhatian kita juga.
Saya
bukan jenius dalam pemahaman agama, tapi mau terus berusaha.
Saya
tahu pasti Sang Pencipta itu cuma SATU.
Ia punyamu, punyaku, punya kita bersama.
Semua manusia miliknya.
Lantas
kenapa ada doa seperti itu?
Apakah
Tuhan sudi mengabulkannya?
Atau
dugaanku salah, Ya Tuhan?
Padahal
mungkin yang berseru pun penuh dengan dosa namun punya gairah menghakimi
sesamanya.
"Entahlah, andai manusia tak
serakah" sebutku lirih.
Saya hanya membayangkan kita manusia ini diciptakan sesuai gambar
dan rupa Allah. Ia tempatkan kita di bumi dengan tujuan, kita bisa bahagia dan
menebarkan kebaikan yang Ia berikan kepada kita dan dengan kebaikan itu kita
bisa menjaga bumi dan seluruh isinya.
Perbedaan prinsip
dan pedoman hidup yang menjadi fondasi di mana bumi menjadi tempat yang paling
indah untuk disinggahi. Jangan jadikan agama sebagai senjata, itu hanya
pedoman. Agama bukan untuk dibanding-bandingkan siapa paling benar. Sang
pencipta tak menciptakan agama. Kita yang membuatnya agar hidup kita terarah
pada satu tujuan, yaitu:
Kembali lagi
kepadaNya!
Bawa keyakinan dan
kebahagiaanbahwa kita sudah menjalani hidup yang menjadi titipan ini sesuai
dengan apa yang Tuhan kehendaki.
Saya, orang malam
yang membicarakan terang.
Hidup saya juga
titipan, belum mancung (lurus) dengan indahnya.
Yaaa, namanya
manusia.
Berusaha.
"Walau hidup
tak sempurna, tapi hidup ini indah apa adanya".
-ALB-
No comments:
Post a Comment